BAUBAU - Kesultanan Buton kembali mencatatkan sejarah dengan menggelar ekspedisi maritim ke II menuju Surakarta, Solo. Pada Selasa, 11 Desember 2024 Di bawah kepemimpinan Sultan Buton ke-41, Ir. H. La Ode Muhammad Sjamsul Qamar, ekspedisi ini bukan sekadar perjalanan budaya, melainkan penegasan kembali jati diri Nusantara sebagai bangsa maritim yang besar.
Buton, dengan sejarahnya yang kaya, merupakan representasi kuat dari peradaban bahari. Sejak abad ke-13, Buton telah menjalin hubungan dengan peradaban besar lain, seperti Majapahit melalui ekspedisi Raja Bataraguru. Dalam konteks modern, ekspedisi kali ini adalah manifestasi dari spirit leluhur yang beradaptasi dengan kebutuhan zaman.
Baca juga:
Gamawan Fauzi: Semua Ada Akhirnya
|
Mengapa perjalanan ini begitu penting? Di tengah arus modernisasi yang sering kali mengikis identitas lokal, Buton menunjukkan bahwa warisan leluhur tidak hanya layak dirawat, tetapi juga terus dikembangkan. Kehadiran Sultan Buton beserta rombongan adatnya dalam Musyawarah Agung II dan FAKN III di Solo pada 14-15 Desember nanti bukan hanya simbol budaya, tetapi juga upaya memperkuat sinergi lintas daerah dalam kerangka keindonesiaan.
Ekspedisi maritim ini juga menjadi pengingat bahwa Buton bukan sekadar sebuah wilayah, melainkan bagian dari rantai sejarah panjang Nusantara. Dengan mengusung sistem demokrasi berbasis adat, Kesultanan Buton mengajarkan pentingnya harmoni dalam keberagaman. Sistem sembilan negeri (Sio Limbona) yang pernah diterapkan menjadi bukti nyata bagaimana demokrasi lokal dapat bersinergi dengan tatanan modern.
Di sisi lain, ekspedisi ini membangkitkan nostalgia atas kejayaan maritim Nusantara. Perjalanan laut yang ditempuh bukan sekadar ritual, tetapi cerminan keberanian, ketangguhan, dan semangat persatuan. Melalui simbol-simbol ini, Buton mengingatkan Indonesia akan potensi besar sebagai negara kepulauan yang kaya akan warisan budaya.
Kisah Sultan Himayatuddin, yang melawan penjajahan Belanda hingga diangkat sebagai pahlawan nasional, menambah dimensi heroisme dalam sejarah Buton. Hari ini, perjuangan itu dilanjutkan dalam bentuk lain: perjuangan melestarikan dan memperkenalkan budaya.
Baca juga:
Ernest, Apa itu Dunguh?
|
Perjalanan menuju Solo adalah bab baru dalam perjalanan panjang Kesultanan Buton. Ini bukan hanya tentang melintasi lautan, tetapi juga menjalin kembali benang merah sejarah yang pernah dirajut nenek moyang. Nusantara perlu belajar dari Buton—bahwa jati diri, kebanggaan, dan masa depan hanya bisa dibangun dengan menghormati akar budaya dan sejarah kita.
Arif Tasila selaku Bontona Beropa mengatakan jika rombongannya akan mengikuti seluruh rangkain kegiatan.
"Rombongan Kita Ada sekitar Enam puluh orang dan Kesultanan Buton akan mengikuti semua rangkaian kegiatan mulai karnaval, musyawarah besar, memberikan makalah, dan penampilan tariantarian, "ungkapnya
Semoga ekspedisi maritim kedua ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk lebih mencintai dan melestarikan identitas maritim Indonesia. Karena seperti Buton, kita semua adalah anak-anak samudra, pewaris kejayaan bahari Nusantara.